Rabu, 30 Januari 2019

KABINET DJUANDA (9 April 1957 - 5 Juli 1959)

 

A.    Pembentukan Kabinet Djuanda
    Setelah kemerdekaan yang didapatkan pada 1945, keadaan Indonesia belum serta merta menjadi baik dan stabil. Masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki dan sangat mendesak untuk segera dicarikan solusi. Kondisi politik tanah air masih sangat goyah dan belum menunjukkan tanda-tanda ke arah yang stabil. Sebelum dilakukan Pemilu 1955, yang merupakan Pemilihan  Umum pertama Indonesia, terjadi beberapa kali pergantian Kabinet. Ada beberapa kabinet dan tentu saja masing-masing kabinet tersebut memiliki beberapa program yang menjadi prioritas utama.
    Kabinet Djuanda sendiri dibentuk setelah Kabinet Ali Sastroamijoyo II turun. Kabinet yang berada di bawah pimpinan Perdana Menteri Djuanda ini dikenal dengan nama Kabinet Karya. Pembentukan Kabinet Djuanda ini diniatkan sebagai salah satu cara untuk mengatasi kondisi kacau balau yang sedang dihadapi oleh negara Indonesia. Personal yang diambil untuk mengisi pos di dalam Kabinet Djuanda ini pun juga disesuaikan dengan keahlian dari masing-masing personal pada bidangnya.
   
B.     Susunan Kabinet Djuanda
1.      Perdana Menteri                                             : Djuanda Kartawidjaja
2.      Wakil Perdana Menteri                                  :  
       a.       Hardi
       b.      Idham Chalid
       c.       J. Leimena (sejak 29 April 1957)
3.      Menteri Luar Negeri                                      : Subandrio
4.      Menteri Dalam Negeri                                   : Sanusi Hardjadinata
5.      Menteri Pertahanan                                        : Djuanda
6.      Menteri Kehakiman                                       : GA Maengkom
7.      Menteri Penerangan                                       : Soedibjo
8.      Menteri Keuangan                                         : Sutikno Slamet
9.      Menteri Pertanian                                           : Sadjarwo
10.  Menteri Perdagangan                                     :  
a.       Prof. Drs. Soenardjo       (sampai dengan 25 Juni 1958)
b.      Rachmat Muljomiseno    (sejak 25 Juni 1958)
11.  Menteri Perindustrian                                     : F.J. Inkiriwang
12.  Menteri Perhubungan                                     : Sukardan
13.  Menteri Pelayanan                                          : Mohammad Nazir
14.  Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga           : Pangeran Mohammad Nur
15.  Menteri Perburuhan                                        : Samjono
16.  Menteri Sosial                                                 :
a.       J. Leimena (sampai dengan 24 Mei 1957)
b.      Muljadi Djojomartono (sejak 25 Mei 1957)
17.  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan             : Prijono
18.  Menteri Agama                                               : Muhammad Ilyas
19.  Menteri Kesehatan                                          : Azis Saleh
20.  Menteri Agraria                                               : R. Sunarjo
21. Menteri Urusan Pengerahan 
      Tenaga Rakyat untuk Pembangunan               : A.M. Hanafi (sampai dengan 25 Juni 1958)
22.  Menteri Negara Urusan Veteran                      : Chaerul Saleh
23.  Menteri Negara Urusan Hubungan                                                                                      Antar Daerah (Urusan Transmigrasi)              : F.L. Tobing (sampai dengan 25 Juni 1958)
24.  Menteri Negara Urusan                                                                                                Hubungan Antar Daerah                                  : Prof. Mr. H. Moh. Yamin (sejak 25 Juni 1958)
25.  Menteri Negara                                                : A.M. Hanafi (sejak 25 Juni 1958)

C.    Program Kerja Kabinet Djuanda
    Program kerja Kabinet Djuanda bisa dikatakan memiliki program kerja yang bagus untuk kemajuan dan untuk membangun bangsa. Setelah dilantik pada 9 April 1957, Kabinet Djuanda yang juga disebut Zaken Kabinet dengan dipimpin oleh Perdana Menteri Ir. Djuanda. Kabinet ini memiliki tugas yang sangat berat. Pergolakan di berbagai daerah masih sering terjadi. Perjuangan untuk mengembalikan Irian Barat ke Indonesia, dan yang tak kalah penting lagi adalah menghadapi keadaan ekonomi yang saat itu sangat tidak stabil disertai keuangan yang buruk.
    Untuk mengatasi berbagai masalah nasional tersebut, Kebinet Kerja Djuanda menyusun program kerja yang tertuang dalam 5 pasal Panca Karya. Dari Panca Karya inilah kemudian Kabinet Djuanda juga sering disebut sebagai Kabinet Karya. Program kerja Kabinet Djuanda tersebut juga turut serta disusun oleh Presiden Soekarno. Inilah Program Kerja Kabinet Djuanda yang tertuang dalam Panca Karya :
1.      Membentuk Dewan Nasional
2.      Normalisasi keadaan Republik
3.      Melaksanakan pembatalan KMB
4.      Memperjuangkan Irian Barat
5.      Mempergiat pembangunan

D.    Pelaksanaan Program Kerja Kabinet Djuanda
    Setelah program kerja Kabinet Djuanda disusun, langkah pertama yang dilakukan adalah dengan membentuk Dewan Nasional yang juga menandai awal mulainya Demokrasi Terpimpin di Indonesia. Setelah program pertama dikerjakan, kemudian langsung dilanjutkan dengan program kerja Kabinet Djuanda selanjutnya yaitu normalisasi pada keadaan Republik Indonesia yang saat itu masih sangat tidak stabil. Normalisasi ini dilakukan dengan menyelesaikan antar pusat maupun antar daerah.
    Keadaan semakin bertambah kacau setelah adanya peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno. Selain peristiwa tersebut, juga marak berbagai gerakan-gerakan yang bersifat anarkis. Ditambah lagi berbagai demonstrasi yang terjadi hampir di seluruh penjuru Indonesia dan terjadi pengambil alihan milik Belanda. Peristiwa-peristiwa anarkis tersebut jelas sangat mengganggu perekonomian saat itu. Belum lagi masalah Irian Barat yang kemudian dibawa ke PBB sebagai konsekuensi dari pelaksanaan program kabinet Djuanda.
    Untuk menjamin terlaksananya program pembebasan Irian Barat, kemudian pada 10 Februari 1958 sebuah front yang kala itu dinamakn sebagai Front Pembebasan Irian Barat atau disingkat dengan FNPIB. Namun sangat disayangkan, sampai berakhirnya era Kabinet Karya, perjuangan pembebasan Irian Barat tidak juga terlaksana. Kekacauan semakin bertambah parah ketika saat itu beberapa tokoh perwira Angkatan Darat dan beberapa cendikiawan membentuk Gerakan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia dengan memberikan ultimatum kepada Kabinet Karya. Gerakan ini kemudian yang menimbulkan berdirinya PRRI yang berada di Bukit Tinggi yang berada di bawah pimpinan Syafrudin Prawiranegara yang bergabung dengan Permesta untuk melawan Pemerintah.
    Gerakan PRRI Permesta ini kemudian mendapatkan dukungan dari SEATO yang merupakan tangan kanan Amerika Serikat. Dukungan Amerika Serikat kepada PRRI Permesta ini kemudian membuat gambaran rakyat Indonesia yang memberikan opini negatif terhadap negara Adikuasa tersebut. Namun pada akhirnya pemberontakan yang dilakukan oleh PRRI Permesta ini berhasil ditumpas oleh TNI dan sekaligus menjadi prestasi yang sangat luar biasa dari Kebinet Djuanda.

E.     Keberhasilan Dan Kendala Kabinet Djuanda (Kabinet Karya)
    Keberhasilan yang paling mencolok dari Kabinet Djuanda adalah berhasil menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh PRRI Permesta. Pemberontakan itu berhasil diredam oleh TNI. Selain berhasil menumpas pemberontakan, Kabinet Djuanda juga dinilai berhasil dengan mengeluarkan Deklarasi Djuanda yang mengatur batas wilayah kepulauan di Indonesia. Deklarasi tersebut kemudian dikuatkan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 4 Tahun 1960 tentang perairan Indonesia.
    Keberhasilan yang sudah dicapai oleh Kabinet Djuanda bukannya tanpa kendala. Ada beragam kendala yang menyebabken program kerja Kabinet Djuanda tidak berjalan dengan maksimal. Kendala yang sering menjadi masalah adalah pada pendanaan. Hal ini dikarenakan pos-pos pengeluaran yang sangat besar terutama pada biaya untuk menumpas pemberontakan PPRI Permesta. Selain biaya sangat besar untuk pemberontakan, pendapatan juga berkurang karena adanya barter dan penyelundupan. Defisit negara yang besar sehingga menimbulkan inflasi juga menjadi kendala dalam pendanaan. Terakhir adalah bahwa disiplin ekonomi pada masyarakat masih sangat kurang.
    Meski program kerja dari Kabinet Djuanda ini belum semuanya berhasil dijalankan, namun ada banyak jasa kabinet Djuanda untuk bangsa dan negara. Ada banyak yang sudah diselesaikan seperti UU Keadaan Bahaya menggantikan SOB, UU wajib militer, Veteran Pejuang Republik Indonesia (VPRI), UU Perjanjian Perdamaian dan Persetujuan Pampasan Perang dengan Jepang, UU Penanaman Modal Asing, UU Pembatalan Hak Penambangan, UU Dewan Perancang Nasional, UU Pembangunan Lima Tahun, UU Perkumpulan Koperasi, UU Bank Tani dan Nelayan dan masih banyak lagi yang lainnya.

F.     Akhir Kekuasaan Kabinet Djuanda
    Meski sudah mampu mencapai beberapa keberhasilan, namun pada perjalanannya Kabinet Djuanda pada akhirnya berakhir. Sebenarnya pada saat itu konflik di tingkat pimpinan pusat sudah bisa lepas dan terhindar dari krisis yang mengarah kepada perpecahan bangsa. Namun ternyata selepas dari konflik kepentingan di tingkat pusat, masalah yang tak kalah berat harus dihadapi oleh Kabinet Djuanda, yaitu terjadinya pertentangan ideologi dan politik yang terjadi di dalam konstituante. Dan tidak main-main, pertentangan dan konflik ini semakin berbahay karena menjalar ke tingkat tataran masyarakat yang kemudian menambah terjadinya ketegangan-ketegangan.
    Saat itu, wakil-wakil rakyat yang bersidang pada 10 November 1956 sampai Januari 1959, mengalami masalah yang sangat besar terkait dengan hal yang sangat prinsip yaitu ideologi negara. Konflik ini cukup menyita energi seluruh elemen yang ada di Indonesia, mulai dari konstituante, pers dan juga masyarakat secara luas. Bahkan pertentangan ini terjadi selama dua setengah tahun. Kemudian Soekarno muncul dengan membawa konsepnya yang kemudian disusul dengan gagasan Demokrasi terpimpin. Namun kemudian masalah belum bisa diselesaikan karena ada kebingungan dengan cara apa yang akan digunakan untuk melaksanakan Demokrasi Terpimpin.
    Setelah mempelajari secara sungguh-sungguh dan mendalam, Djuanda kemudian menyimpulkan bahwa Demokrasi Terpimpin harus dilaksanakan dalam rangka untuk kembali pada UUD 1945. Ide ini kemudian disetujui oleh Presiden dan kemudian diajukan kepada Dewan Menteri pada tanggal 19 Februari 1959. Untuk merealisasikan gagasan yang telah disampaikan tersebut, maka Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Dengan diumumkannya Dekrit Presiden, maka Indonesia kembali kepada UUD 1945 sedangkan UUDS sudah tidak berlaku lagi.
    Perubahan ini jelas sangat memberikan pengaruh yang signifikan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Sistem yang selama ini menggunakan Parlementer, diganti dengan sistem presidensil. Sehingga dengan otomatis ketika menggunakan sistem presidensil, maka Presiden memiliki peran sebagai kepala Pemerintahan dan sekaligus juga sebagai kepala negara. Dan tentunya keberadaan Perdana Menteri sudah tidak diperlukan lagi. Maka selanjutnya Djuanda dan Kebinetnya mengembalikan mandat kepada Presiden sehingga Kabinet Djuanda pun berakhir.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar